PENGARUH
TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN TERHADAP MANAJEMEN DAN LABA DENGAN
KUALITAS AUDIT SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
Kontribusi
Penelitian
Kontribusi
Teoritis
1.
Bagi
peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan referensi untuk
riset yang akan datang.
2.
Bagi
civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
memberikan sumbangan konseptual dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan
untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan.
3.
Bagi
pengembangan ilmu akuntansi, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya materi
pembelajaran terkait dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan, manajemen
laba serta kualitas audit.
Kontribusi
Praktis
1.
Bagi
akademisi, sebagai materi proses pembelajaran dibidang akuntansi keuangan dan
pasar modal berkaitan dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan, manajemen
laba dan kualitas audit.
2.
Bagi
peneliti, sebagai salah satu acuan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
3.
Bagi
investor, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan
dalam pengambilan keputusan investasi saham, terutama dalam menilai kualitas
laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
4.
Bagi
pengelola pasar modal, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan tambahan
dalam pengambilan keputusan mengenai sejauh mana pengungkapan yang diharuskan
bagi para emiten dengan mempertimbangkan asas biaya dan manfaat yang
ditimbulkan.
5.
Bagi
manajemen perusahaan, sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen mengenai
pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengungkapan laporan keuangan.
Kontribusi
Kebijakan
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris yang bisa dijadikan sebagai
masukan bagi pembuat kebijakan atau regulasi (Bapepam dan IAI) untuk menilai
apakah perlu menambah, mengembangkan atau mengubah kebijakan tentang
pengungkapaNn.
Manajemen
Laba
Manajemen
laba merupakan tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu
standard tertentu dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai
pasar perusahaan (Scott, 1997: 368).
Manajemen
laba dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu ”good side earnings
management” dan “bad side earnings management”. Berdasarkan sudut pandang ”good
side earnings management”, manajemen laba dapat dilihat dari dua perspektif
yaitu perspektif kontraktual dan perspektif pelaporan keuangan. Sementara “bad
side earnings management” terjadi saat manajer menggunakan GAAP untuk melakukan
manajemen laba yang terlalu jauh dengan berperilaku oportunistik terhadap
kontrak yang ada, sehingga dapat merugikan perusahaan dalam jangka panjang
(Handajani et al., 2009). Peneliti dalam penelitian ini lebih memandang
manajemen laba dari sudut pandang bad side earning management. Pemisahan antara
kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan bersamaan dengan asimetri
informasi di dalam perusahaan semakin memperluas kemungkinan tindakan
oportunistik oleh manajer yang mempunyai tujuan berbeda dengan stakeholders,
dan setiap pihak ingin memaksimalkan kepentingannya sendiri. Manajemen laba
akan meningkatkan biaya agensi, karena manajer menjaga kepentingannya dengan menerbitkan
laporan keuangan yang tidak menunjukkan gambaran ekonomi perusahaan secara
akurat, sehingga shareholders atau stakeholders lainnya tidak dapat membuat
keputusan investasi yang optimal.
Teori
keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara
manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham). Jensen
dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan agensi dimana terdapat kontrak yang
menjadi landasan satu pihak (principal/pemilik) mempekerjakan pihak lain (agent)
untuk mengelola perusahaan atas nama perusahaan. Menurut Scott (2009: 7-8)
terdapat dua jenis asimetri informasi, yaitu; adverse selection dan moral
hazard.
Penelitian
ini memfokuskan pada akrual diskresioner karena akrual diskresioner
memungkinkan manajer memberikan informasi privat dan meningkatkan kemampuan
laba untuk mencerminkan nilai ekonomis perusahaan. Pada saat yang sama, akrual
diskresioner sendiri memungkinkan manajer untuk terlibat dalam pelaporan yang
oportunistik untuk memaksimalkan kemakmuran manajer sendiri. Auditor
meningkatkan kredibilitas pelaporan akrual diskresioner dengan meminimalkan
noise dalam akrual diskresioner yang dilaporkan dan oleh karena itu
meningkatkan nilai informasi akrual diskresioner.
Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan
Wolk
et al., (2008: 281-282) mendefiniskan tingkat pengungkapan sebagai berikut
“Disclosure is concerned with information in both the financial statements and
supplementary communications including footnote, poststatement events,
managements discussion and analysis of operations for the forth coming year,
financial and operating forecasts, the summary of significant accounting
policies and additional financial statements covering segmental disclosure and
extensions beyond historical costs”. Atas dasar definisi tersebut dapat
dijelaskan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan merupakan informasi yang
ada di dalam laporan keuangan maupun komunikasi pelengkap yang mencakup catatan
kaki, peristiwa setelah pelaporan, analisis manajemen tentang operasi yang akan
datang, peramalan keuangan dan operasi, serta laporan keuangan tambahan.
Jenis
pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar ada
dua, yaitu: pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi
yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan
yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pengungkapan
sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan
informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan sebagai dasar
untuk membuat keputusan oleh para pemakai laporan tahunan (Suripto dan
Baridwan, 1999). Melalui pengungkapan sukarela diharapkan para pemakai laporan
akan semakin lengkap informasinya dalam memahami kegiatan operasional
perusahaan publik, serta dengan adanya pengungkapan sukarela semakin
menunjukkan ketransparan keadaan perusahaan (Prayogi, 2003).
Menurut
Sunarto (2003), kualitas pengungkapan laporan keuangan dihitung berdasarkan
indeks pengungkapan laporan keuangan. Tingkat pengungkapan laporan keuangan
dalam penelitian ini didasarkan atas indeks pengungkapan yang dideskripsikan
oleh Benardi (2009). Indeks pengungkapan yang digunakan didasarkan atas
informasi yang tersedia dalam laporan tahunan (annual report). Di Indonesia,
pengungkapan dalam laporan keuangan baik yang bersifat wajib maupun sukarela
telah diatur dalam PSAK No.1. Selain itu, pemerintah melalui Bapepam juga
mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam laporan tahunan
perusahaan-perusahaan di Indonesia. Tuanakota (1983: 221) menyebutkan tiga
macam pengungkapan (disclosure), yaitu: pengungkapan cukup (adequate
disclosure), pengungkapan wajar (fair disclosure), pengungkapan penuh (full
disclosure).
Pengungkapan
yang tepat mengenai informasi yang penting bagi para investor dan pihak lainnya
hendaknya bersifat; cukup, wajar dan penuh. Penelitian-penelitian empiris
berkaitan dengan pengungkapan telah banyak dilakukan di Indonesia antara lain
Suripto dan Baridwan (1999), mengembangkan dua dimensional definisi kualitas
audit. Pertama, harus bisa mendeteksi salah saji material, dan kedua salah saji
material harus dilaporkan. DeAngelo (1981) menteorikan bahwa KAP (Kantor
Akuntan Publik) yang lebih besar melakukan audit lebih baik karena mereka
mempunyai reputasi yang lebih baik. KAP yang lebih besar mempunyai sumber daya
manusia lebih banyak, dan mereka bisa memperoleh karyawan yang lebih terampil.
Auditor Big 5 seringkali dihubungkan dengan audit berkualitas tinggi daripada
auditor non Big 5. Auditing merupakan bentuk monitoring yang digunakan oleh
perusahaan untuk menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan
pemegang hutang (bondholder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976;
Watts dan Zimmerman, 1986: 312). Nilai auditing timbul karena auditing
menurunkan pelaporan yang salah (misreporting) atas informasi akuntansi. Proksi
yang paling sering digunakan untuk kualitas audit adalah variabel dummy untuk
anggota KAP Big 5 dan non Big 5, beberapa penelitian telah mendukung surogasi
ini (Palmrose, 1988; Francis dan Wilson, 1988; DeFond, 1992; DeFond dan
Jiambalvo, 1991, 1993; Davidson dan Neu, 1993).
Ukuran
Perusahaan
Ukuran
yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan, antara lain total penjualan,
rata-rata tingkat penjualan, dan total aktiva. Pada umumnya perusahaan besar
memiliki total aktiva yang besar pula sehingga dapat menarik investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut dan akhirnya saham tersebut mampu
bertahan pada harga yang tinggi (Wijaya, 2009).
Penelitian
sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran
perusahaan dengan manajemen laba (Lobo dan Zhou, 2001; DeFond dan Park, 1997)
dimana perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks
sehingga memungkinkan dilakukannya manajemen laba. Field et al., (2001)
menemukan bahwa ukuran perusahaan dan leverage secara signifikan mempengaruhi
perubahan metode akuntansi. Dengan kata lain ukuran perusahaan dan leverage
mempengaruhi perilaku manajemen laba.
Pengaruh
ukuran perusahaan terhadap pengungkapan juga banyak ditemukan dibeberapa
penelitian. Penelitian-penelitian yang menunjukkan pengaruh ukuran perusahaan
terhadap pengungkapan diantaranya adalah hasil penelitian Wallace dan Naser
(1995), Ahmed dan Courtis (1999), dan Fitriany (2001).
Pengembangan
Hipotesis
Pengungkapan
Laporan Keuangan dan Manajemen Laba
Asimetri
informasi yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham sebagai pengguna
laporan keuangan menyebabkan pemegang saham tidak dapat mengamati seluruh
kinerja dan prospek perusahaan secara sempurna. Pada saat situasi dimana
pemegang saham memiliki informasi yang lebih sedikit dari manajer, manajer
dapat memanfaatkan fleksibilitas yang dimilikinya untuk melakukan manajemen
laba. Tingkat pengungkapan yang semakin mendekati pengungkapan penuh (full
disclosure) akan mengurangi asimetri informasi yang terjadi antara manajer dan
pengguna laporan keuangan. Sementara asimetri informasi merupakan kondisi yang
dibutuhkan (necessary condition) untuk dilakukannya manajemen laba (Trueman dan
Titman, 1988).
Glosten
dan Milgrom (1985) mengatakan bahwa peningkatan informasi dalam pengungkapan
laporan keuangan akan menurunkan asimetri informasi. Dengan demikian,
peningkatan pengungkapan menyebabkan fleksibilitas manajer untuk melakukan
manajemen laba akan berkurang karena berkurangnya asimetri informasi antara
manajemen dengan pemegang saham dan pengguna laporan keuangan lainnya.
Beberapa
penelitian pernah dilakukan tentang hubungan tingkat pengungkapan dan manajemen
laba yaitu antara lain; Lobo dan Zhou (2001) yang menemukan bukti bahwa tingkat
pengungkapan berkorelasi negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang tingkat
pengungkapannya rendah cenderung lebih banyak melakukan pengelolaan laba dan
perusahaan yang melakukan manajemen laba cenderung memiliki kualitas
pengungkapan yang rendah.
Hal
ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Bachtiar
(2003) yang menemukan bukti bahwa manajemen laba dan tingkat pengungkapan
memiliki hubungan yang negatif. Halim et al., (2005) menemukan bahwa manajemen
laba berpengaruh signifikan positif pada tingkat pengungkapan laporan keuangan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak manajer melakukan manajemen laba, maka
kemungkinan manajer mengungkapkan lebih banyak informasi dalam laporan keuangan
semakin tinggi sejalan dengan perspektif efficient earnings management, dan
tingkat pengungkapan berpengaruh signifikan negatif pada manajemen laba sejalan
dengan perspektif opportunistic earnings management. Pembahasan ini
menghasilkan hipotesis penelitian pertama yaitu: H1: Tingkat pengungkapan
laporan keuangan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan, Manajemen Laba dan Kualitas Audit
Laporan
keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pemegang saham
khususnya dan calon investor pada umumnya. Laporan keuangan memberikan
informasi yang berguna kepada para pengguna laporan keuangan pada umumnya untuk
pembuatan keputusan.
Auditing
mengurangi asimetri informasi yang ada antara manajemen dan stakeholders
perusahaan dengan memungkinkan pihak di luar perusahaan untuk memverifikasi
validitas laporan keuangan. Efektifitas auditing dan kemampuannya untuk
mencegah manajemen laba diharapkan akan bervariasi dengan kualitas auditor.
Kualitas
audit biasanya dikaitkan dengan ukuran auditor yaitu Big dan non Big. Auditor
Big dianggap memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor
non Big. Auditor yang diklasifikasikan sebagai Big juga dianggap akan lebih
mampu membatasi praktek manajemen laba dibandingkan dengan auditor non Big. Hal
ini dibuktikan oleh penelitiannya DeAngelo (1981) yang menganalisis hubungan
antara kualitas audit dan ukuran auditor. Hasil penelitian menyatakan bahwa
auditor besar (Big¬audit) lebih berkualitas dibanding dengan auditor ukuran
kecil (non-Big audit). Kecakapan profesional auditor ukuran besar lebih
memiliki kemampuan teknikal untuk menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi
kliennya dibandingkan dengan auditor ukuran kecil.
Beberapa
penelitian dilakukan untuk menguji apakah ada pengaruh antara kualitas auditor
dengan luas pengungkapan yaitu antara lain; Lee et al., (1999) dan Hughes
(1986) yang menemukan bahwa semakin tinggi kualitas auditor maka akan
meningkatkan tingkat pengungkapan laporan keuangan. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian Subroto (2003) dan Benardi (2009) yang menyatakan
bahwa ukuran KAP (auditor) berpengaruh positif terhadap variasi luas
pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan.
Becker
et al., (1998) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kualitas audit dan
manajemen laba. Auditor diharapkan dapat membatasi dan mengurangkan praktik
manajemen laba serta membantu untuk meningkatkan kepercayaan pemegang saham dan
pengguna laporan keuangan. Penelitian yang menguji hubungan kualitas audit
dengan manajemen laba banyak dilakukan, antara lain; Krishnan (2002) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara stock return dan discretionary accrual yang
lebih besar untuk perusahaan yang diaudit Big 6 dari perusahaan yang diaudit
non Big 6. Ebrahim (2001) menyatakan bahwa kualitas audit mempunyai hubungan
negatif dengan manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian Meutia (2004)
yang menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara kualitas audit dengan
absolute discretionary accrual, dimana KAP Big 5 lebih berkualitas dalam
mendeteksi berlakunya manajemen laba di dalam suatu perusahaan. Pembahasan ini
menghasilkan hipotesis kedua yaitu: H2: Semakin tinggi tingkat
METODE
PENELITIAN
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian penjelasan (explanatory).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif yang merupakan penelitian dengan penekanan pada pengujian
teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian secara angka dan
melakukan analisis data dengan prosedur statistik (Indriantoro dan Supomo,
2002: 12).
Sampel
dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan Manufaktur yang terdaftar dalam
Bursa Efek Indonesia selama periode 2008 sampai 2009. Perusahaan Manufaktur
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai 2009 sebanyak 135
perusahaan. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling
method, dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan
kriteria yang ditentukan.
Jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 72 perusahaan yang terdiri
dari 31 perusahaan yang diaudit oleh KAP Big 4 dan 41 perusahaan yang diaudit
oleh KAP non Big 4. Jadi jumlah data terobservasi diperoleh sebanyak 144
observasi.
Metode
Pengumpulan Data
Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari
Indonesia Stock Exchange (IDX), Fact Book tahun 2010, situs resmi BEI
(www.idx.co.id) dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi dimana metode
dokumentasi memuat kejadian masa lalu (Indriantoro dan Supomo, 2002: 147) dan
studi literatur.
Definisi
Konseptual dan Operasional Variabel
Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Variabel independen
penelitian adalah tingkat pengungkapan laporan keuangan, variabel moderasi
penelitian adalah kualitas audit, dan variabel kontrolnya adalah ukuran
perusahaan. Berikut ini adalah uraian dari variabel¬variabel tersebut di atas.
Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan
Tingkat
pengungkapan laporan keuangan merupakan pengungkapan laporan tahunan yang terdiri
atas pengungkapan keuangan dan bukan keuangan (Benardi, 2009). Untuk mengukur
tingkat pengungkapan laporan keuangan dapat diproksikan dengan indeks
pengungkapan. Daftar item pengungkapan yang digunakan dalam penelitian ini
secara umum merujuk pada penelitian Wallace et al., (1994), Meek et al.,
(1995), Fitriany (2001) dan Subiyantoro (1997) seperti yang digunakan oleh
Benardi (2009), dimana peraturan skoring indeks pengungkapan adalah sebagai
berikut :
1.
Pemberian
skor untuk setiap item pengungkapan dilakukan secara dikotomi, dimana item yang
diungkapkan diberi nilai satu sementara jika item tersebut tidak diungkapkan
diberi nilai nol. Dalam pemberian skor ini tidak ada pembobotan atas item
pengungkapan.
2.
Skor
yang diperoleh tiap perusahaan dijumlahkan untuk mendapatkan skor total.
3.
Penghitungan
indeks pengungkapan (IP) tiap perusahaan dilakukan dengan cara membagi skor
total tiap perusahaan dengan skor total yang diharapkan.
Ukuran
Perusahaan
Ukuran
perusahaan merupakan ukuran yang menggambarkan skala perusahaan pada periode
tertentu. Besaran perusahaan atau skala perusahaan adalah ukuran perusahaan
yang ditentukan dari jumlah total aset yang dimiliki perusahaan (Mpaata dan
Sartono, 1997).
Ukuran
perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan log natural total aktiva.
Total aktiva digunakan karena menunjukkan besarnya sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan, kemampuan memasuki pasar modal dan memperoleh penilaian kredit
yang besar (Benardi, 2009).
Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Moderated Regression
Analysis (MRA). MRA menggunakan pendekatan analitik yang mempertahankan
integritas sampel dan memberikan dasar untuk mengontrol pengaruh variabel moderator
(Ghozali, 2009: 203). Teknik ini dipilih karena penelitian ini dirancang untuk
menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan
dimoderasi oleh variabel pemoderasi.
keuangan
dengan kualitas audit, NDAC dan DAAC ditentukan dengan menggunakan
cross-sectional modified Jones (1991) Model.
Statistik
Deskriptif
Statistik
deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari
nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum.
Uji
Asumsi Klasik
Pengujian
asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah persamaan regresi yang telah
ditentukan merupakan persamaan yang dapat menghasilkan estimasi yang tidak
bias. Uji asumsi klasik ini terdiri dari:
1.
Uji
Normalitas
data
digunakan dengan tujuan untuk mengetahui bahwa penaksir yang digunakan dalam
model analisis tidak bias dan konsisten dimana dengan meningkatnya ukuran
sampel secara tidak terbatas, penaksir mengarah ke (converage) nilai populasi
yang sebenarnya. Model regresi yang baik adalah distribusi datanya normal atau
mendekati normal. Uji normalitas data menggunakan analisis grafik dan uji
statistik Kolmogorov Smirnov.
2. Uji
Multikolinearitas
kondisi
yang menunjukkan satu atau lebih variabel independen terdapat korelasi dengan
variabel independen lainnya. Dengan demikian dalam multikolinearitas terdapat
korelasi yang sempurna atau pasti diantara beberapa variabel independen di
dalam model regresi. Adanya multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value
atau nilai variance, Variance Inflation Factor (VIF). Batas dari nilai
tolerance adalah 0,01 dan batas VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance dibawah
0,01 atau nilai VIF diatas 10 maka terjadi multikolinearitas.
3. Uji
Autokorelasi
Uji
autokoreIasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada
korelasi antar kesalahan penganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Gangguan
autokorelasi dapat dilihat dengan menggunakan uji Durbin Watson (Ghozali, 2009:
79). Apabila nilai DW lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4 – du,
maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
4. Uji
Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas
merupakan suatu varian pengganggu yang tidak mempunyai varian yang sama untuk
setiap observasi, sehingga mengakibatkan penaksiran regresi yang tidak efisien.
Salah satu cara untuk menguji adanya heteroskedatesitas dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik plot Scatterplot antara variabel
terikat dengan residualnya. Apabila pola pada grafik yang ditunjukkan dengan
titik-titik membentuk suatu pola tertentu maka telah terjadi heteroskedatesitas
dan sebaliknya apabila titik-titik grafik tidak membentuk suatu pola tertentu
maka tidak terjadi heteroskedatisitas.
Pengujian
Hipotesis
Ketepatan
fungsi regresi sampel dalam menafsir nilai aktual dapat diukur dari goodness of
fit. Secara statistik, goodness of fit setidaknya dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t (Ghozali, 2002:
83).
1.
Koefisien
Determinasi (R2)
Koefisien
determinasi (R2) bertujuan mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara satu
dan nol.
2. Uji
Keberartian Model (Uji statistik F)
Uji
statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Untuk
menguji apakah semua parameter dalam model merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen digunakan hipotesis nol (H0) dan hipotesis
alternatif (Ha).
3. Uji
Koefisien Regresi (Uji statistik t)
Uji
statistik t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta setiap variabel
independen. Apabila tingkat signifikansi yang diperoleh (p-value) lebih kecil
dari 0,05 maka Ho dapat ditolak atau dengan α = 5% variabel independen tersebut
berhubungan secara statistis terhadap variabel dependennya. Pengujian koefisien
regresi masing Kriteria pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan
nilai probabilitas statistik t (nilai p) dengan tingkat signifikansi yang
ditetapkan sebesar 5%. Jika nilai probabilitas statistik t lebih kecil dari
tingkat signifikansi 5%, maka H0 ditolak dan Ha diterima, dan hal ini
menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi
variabel dependen.
3.5.4
Pengujian terhadap Problem Endogeneity
Pengujian
terhadap problem endogeneity ini dilakukan karena dikhawatirkan variabel
independen bisa berubah posisi menjadi variabel dependen dan sebaliknya karena
adanya hubungan sebab akibat. Untuk memastikan bahwa dalam penelitian ini tidak
terjadi problem endogeneity yaitu tingkat pengungkapan laporan keuangan yang
merupakan variabel independen bisa berada diposisi sebagai variabel dependen maka
peneliti akan me-lag-kan 1 tahun indeks pengungkapan laporan keuangan dari
tahun observasi, sehingga dapat diketahui bahwa tingkat pengungkapan laporan
keuangan memang benar dan konsisten sebagai variabel independen pada tahun
pengamatan tersebut.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran
Umum Obyek Penelitian
Obyek
penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2009. Jumlah perusahaan Manufaktur yang secara
berturut-turut terdaftar di BEI tahun 2008-2009 adalah sebanyak 135 perusahaan.
Berdasarkan hasil dari purposive sampling method yang dilakukan maka diperoleh
jumlah sampel sebanyak 72 perusahaan, dimana 31 perusahaan diaudit oleh KAP Big
4 dan 41 perusahaan diaudit KAP non Big 4, sehingga data terobservasi yang
diperoleh selama 2 tahun pengamatan sebanyak 144 observasi. Adapun rincian
nama-nama perusahaan yang dijadikan sampel dapat di lihat pada lampiran 2.
Statistik
Deskriptif
Data
penelitian menggunakan empat variabel, yang terdiri dari 3 variabel numerik dan
1 variabel kategori yaitu kualitas audit. Pengukuran statistik deskriptif dalam
penelitian ini untuk variabel numerik berupa nilai minimum dan maksimum, nilai
rata¬rata serta deviasi standar. Tabel 4.1a menyajikan statistik deskriptif
untuk variabel numerik yaitu manajemen laba, tingkat pengungkapan laporan
keuangan dan ukuran perusahaan yang berupa nilai minimum dan maksimum, nilai
rata-rata serta deviasi standar.
Hasil
Pengujian dan Pembahasan Variabel Kontrol
Penelitian
ini menggunakan variabel kontrol ukuran perusahaan (SIZE). Berdasarkan hasil
pengujian terhadap variabel kontrol dihasilkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan positif secara statistik antara ukuran perusahaan dan manajemen
laba. Hal ini terbukti dari hasil uji regresi seperti yang dapat dilihat pada
tabel 4.3 yang menunjukkan bahwa nilai p ukuran perusahaan sebesar 0,043
(signifikan pada α=5%), nilai t sebesar 2,038 serta nilai koefisien regresi
sebesar 0,030 (positif). Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin besar
perusahaan, semakin kompleks operasionalnya dan semakin banyak kesempatan bagi
manajer untuk melakukan manajemen laba melalui dasar akrual.
Penelitian
ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moses (1987),
Michelson et al., (1995), Lobo dan Zhou (2001) serta Defond dan Park (1997),
yang menemukan bahwa perusahaan¬perusahaan besar memiliki insentif yang lebih
besar untuk merubah pendapatan dibandingkan dengan perusahaan¬perusahaan kecil,
dimana perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks
sehingga memungkinkan dilakukannya manajemen laba.
problem
endogeneity ini dilakukan untuk menyakinkan peneliti bahwa hasil penelitian ini
tidak bias, dimana posisi variabel independen dan juga variabel dependen dalam
penelitian ini benar-benar konsisten menjadi variabel independen dan dependen
dalam tahun pengamatan. Hal ini terbukti dari hasil pengujian yang dilakukan
terhadap problem endogeneity dengan me-lag¬kan 1 tahun variabel independennya
yaitu tingkat pengungkapan laporan keuangan. Berdasarkan hasil uji statistik
pada lampiran 5 di dapatkan hasil bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan
konsisten berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba sehingga dapat
disimpulkan tidak terjadi problem endogeneity.
Implikasi
Hasil Penelitian
Berdasarkan
analisis dan pembahasan hasil penelitan, penelitian ini secara umum mendukung
teori keagenan (agency theory). Tingginya tuntutan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan yang diungkapkan oleh pihak manajer terhadap
pihak-pihak yang membutuhkan informasi perusahaan ini adalah untuk mencegah
terjadinya tindakan-tindakan yang dapat merugikan perusahaan dan juga pengguna
laporan keuangan, misalnya saja dengan melakukan manajemen laba yang dilandasi
oleh sifat oportunistik dari pihak manajer.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ketika manajer menggungkapkan informasi yang
relatif tinggi maka tindakan manajemen laba akan cenderung semakin kecil, hal
ini juga berarti bahwa jika perusahaan itu mengungkapkan sedikit informasi maka
manajemen labanya akan semakin tinggi. Hal inilah yang mengindikasikan betapa
pentingnya pengungkapan yang mendekati full disclosure yang dibutuhkan oleh
pihak-pihak yang membutuhkan informasi perusahaan untuk mencegah terjadinya
asimetri informasi yang kemudian akan memancing terjadinya manajemen laba.
Hasil
penelitian ini juga membuktikan bahwa keterlibatan profesi akuntan juga
mempunyai peran yang penting. Kualitas audit yang biasanya diklasifikasikan
terhadap Big 4 dan non Big 4 merupakan satu ukuran yang cukup penting dalam
menilai validitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Implikasi
lain dari penelitian ini bagi pengatur ataupun pembuat standar akuntansi adalah
semakin minimum pengungkapan yang diwajibkan untuk perusahaan dapat memainkan
peran yang penting atas kemampuan perusahaan untuk melakukan manajemen laba.
Oleh karena itu, hasil penelitian ini mendukung upaya Bapepam untuk memberikan
prasyarat tingkat pengungkapan yang lebih ketat pada perusahaan yang menjual sahamnya
di bursa. Bapepam memberikan prasyaratan yang lebih banyak bagi perusahaan yang
ingin menjual sahamnya di bursa saham. Semakin lengkap dan luas tingkat
pengungkapan akan memberikan efek berkurangnya fleksibilitas manajer untuk
melakukan manajemen laba. Selain itu dengan membatasi diskresi pada standar
akuntansi keuangan akan meningkatkan tingkat keinformatifan dari laba, karena
hal ini dapat membatasi manajemen laba sehingga
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian
ini menguji pengaruh tingkat pengungkapan laporan keuangan terhadap manajemen
laba dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi. Studi ini dilakukan
pada perusahaan-perusahaan Manufaktur yang go public di Indonesia selama
periode 2008-2009. Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian
diperoleh kesimpulan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba. Semakin tinggi tingkat pengungkapan laporan
keuangan maka semakin menekan tindakan manajemen laba. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Lobo dan Zhou (2001), Siregar
dan Bachtiar (2003) serta Halim et al., (2005), yang menyatakan bahwa tingkat
pengungkapan laporan keuangan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
sejalan dengan perspektif opportunistic earnings managment. Hasil lain dari
penelitian ini mengungkapkan bahwa interaksi antara tingkat pengungkapan
laporan keuangan dengan kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba. Hal ini berarti kualitas audit tidak dapat berfungsi sebagai variabel
yang memoderasi pengaruh tingkat pengungkapan laporan keuangan terhadap
manajemen laba. Walaupun secara parsial kualitas audit itu berpengaruh
signifikan negatif terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan antara lain
karena pengauditan itu sendiri memang tidak ditujukan untuk mendeteksi
manajemen laba akan tetapi untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan.
Rendahnya tuntutan litigasi yang dihadapi oleh KAP membuat pengawasan yang
dilakukan oleh KAP menjadi semakin tidak maksimal. Selain itu, faktor lain yang
juga cukup berperan adalah adanya hubungan saling ketergantungan antara
manajemen dan KAP sehingga kondisi ini membuat pengawasan yang dilakukan
auditor terhadap perusahaan (manajemen) menjadi tidak maksimal.
Ukuran
perusahaan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini juga berpengaruh
positif terhadap manajemen laba. Penelitian ini mendukung hasil penelitian
Moses (1987), Michelson et al., (1995), Lobo dan Zhou (2001) serta Defond dan
Park (1997), yang menemukan bahwa perusahaan-perusahaan besar memiliki insentif
yang lebih besar untuk merubah pendapatan dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan kecil, dimana perusahaan besar memiliki aktivitas
operasional yang lebih kompleks sehingga memungkinkan dilakukannya manajemen
laba.
Saran-saran
1.
Pemerintah
melalui Bapepam dapat memperketat peraturan mengenai standar minimum yang harus
diungkapkan oleh pihak perusahaan untuk meningkatkan kebermanfaatan informasi
sehingga dapat mencegah perilaku yang dapat merugikan perusahaan dan pihak lain
dalam jangka panjang.
2.
Perusahaan
lebih meningkatkan transparansi dan akuntabilitas melalui pengungkapan laporan
keuangan yang semakin tinggi sehingga diharapkan dapat mencegah perilaku
oportunistik yang dilakukan oleh manajer serta meningkatkan kepercayaan
investor terhadap perusahaan.
3.
Kantor
akuntan publik dapat meningkatkan kualitas auditornya untuk menjadi auditor
yang independen dan dapat menghasilkan audit yang berkualitas serta dapat
mendeteksi dan melaporkan salah saji material dalam laporan keuangan
perusahaan.
Sumber
: http://bikelase.blogspot.co.id/2014/11/pengaruh-tingkat-pengungkapan-laporan.html